Satu Hari yang Berat
Hari itu sudah hari kesekian Ramadhan, di tahun lalu
Kita sudah terjaga sebelum waktu sahur
Hingga tiba tiba terdengar suara gaduh dari ruang makan
Suara barang barang jatuh bergantian
Awalnya kupikir kucing
Kemudian aku berdiri dan menuju kesana
Rasanya seperti berkeping keping hatiku
Melihat ibu sudah di lantai, tergeletak, tapi mata beliau terbuka
Di belakangnya kardus kardus berserakan jatuh
Reflek aku berteriak... "ibu.... ibuk kengeng nopo...." dan sudah berderai air yg jatuh
Mas pun bangun dan berteriak,
"Ibuuuuuuuuu" sambil menangis.
Semakin patahlah aku mendengar mas menangis.
Ibuk masih diam, bola mata beliau melihat ke sekeliling.
Usahaku membangunkan ibuk dari lantai ditolak, "ibuk nyuwun bantal, ibuk ngko bangun dewe"
Ya Rabbi.... kamu pernah merasakan hatimu seperti tertiup angin ? Terbang entah kemana ? Dan itu menimbulkan kesedihan yang kamu tak dapat menahannya.....
Pikiranku sudah kemana mana... astaghfirullahaladzim.. semoga sebagai penggugur dosa.
Kemudian Reyhan juga menyaksikan semuanya, dia bangun tanpa menanagis dan langsung bertanya "mbahbuk kengeng nopo ?" Dan terus menerus bertanya sambil ditenangkan ayahnya.
‐------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Episode itu sungguh membuat berkeping keping. Kali ini mengingatnya pun masih dengan berluh... dan memanggil lagi ingatan ketika di 2013 lalu saat bapak kapundhut.
Singkat cerita...
Kemudian paginya kita harus menjalankan aktifitas.
Mas harus kerja. Dan kegiatanku di sekolah tidak bisa untuk sepenuhnya ditinggalkan.
Ibuk bilang berangkat saja. Dengan berat hati akupun berangkat dengan kondisi, meninggalkan ibu di kamar, rumah ku kunci dari luar.
Sesampainya di sekolah berkali kali telfon ibuk untuk memastikan kondisi beliau,
Dan jadwalnya hari itupun vaksin dosis pertama, niatnya antri lebih dulu agar cepat pulang. Tapi berkali kali diperiksa tekanan darah selalu 170/ 120. Itu tinggi sekali, dan detak jantungpun terlalu cepat.
Hingga 4 kali maju, terus seperi itu, teman teman mulai bertanya aku kenapa... Alhamdulillah mereka baik, diajaklah bercanda supaya tidak tegang. Dan alhamdulillah akhirnya tekanan turun, itupun saat hampir semuanya sudah selesai di vaksin.
Yang awalnya niatku ingin yg pertma, jadilah yg terakhir.
Alhamdulillah.. mungkin memang begitu alurnya. Apa yg kita ingini, direncanakan sebaik apapun, jika dia bukan takdirmu, jika dia belum dituliskan waktunya untukmu, maka pasti akan meleset. Upayaku tak kurang untuk secepat mungkin pulang, tapi nyatanya Allah menghindarkanku dari ketidakbaikan yang mungkin lebih membahayakan.
Kamu ditolong Allah, Allah berikan kepadamu kemurahanNya, kasih sayangNya.
Banyak banyaklah bersyukur....
Jatuh mungkin,
Sakit iya,
Tapi harus yakin,
Allah adalah sebaik baik pembuat rencana...
Komentar
Posting Komentar
Mohon Berkomentar dengan bahasa yang sopan. Terimakasih ^^