Sepucuk Surat Kita Waktu di Jogja




Sepucuk surat ini kutulis di sebuah kamar berukuran 4 x 4 meter, di pojok lantai dua sebuah rumah kost yang sepi, di Condong Catur, Depok, Sleman, Jogjakarta. Untuk sahabatku yang telah mau berbagi tawa dan duka dalam masa pengasingan kami selama 3 bulan (cie.. pengasingan) pada hari- hari terakhirku untuk dapat memandang dengan jelas merapi yang berdebu.

Kota yang berkesan ^^, hingga membuatku rindu untuk berkunjung lagi. yang kuingat adalah beringin besar yang rindang, selter trans jogja, kawah merapi, hujan pasir, sirene ambulance, bapak guru baru (Pak Bimo), jagung rebus, nasi kucing, berkenalan dengan seorang akhwat cantik dari bengkulu dan sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas di kota ini, gerombolan mahasiswa jas putih, masjid mardliyah UGM, seminar jurnalistik tanpa peta bersama mbak Aina (yang menarik adalah
            kamilah satu- satunya peserta seminar yang tulisannya belum pernah di muat di media masa #efek bergaul dengan wartawan senior dan aktivis mahasiswa),dalam 24jam dengan jadwal yang padat harus menempuh perjalanan Jogja-Ngawi-Jogja (di sinilah aku pertama kali bertemu dengan sosok sahabatku saat ini "ukhti Laily Praptiningtyas"), KRL madiun raya (kalau tidak salah),oleh- oleh dompet cantik dari ibu kost yang baik hati,ke Jakarta dengan menumpang mobil kantor (untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan menghadiri wisuda mas Bastian yang amaziiing di SICC Bogor ^_^), pengalaman membaca satu buku dalam semalam di kereta jakarta - jogja (ini pun pengalamanku yang pertama),hingga harus keliling kampung mencari masjid yang menyelenggarakan shalat idul adha (karena pada saat itu ada beda pendapat tentang penetapan tanggalnya).

Jogja meninggalkan begitu banyak kesan, jogja berilmu, jogja yang tulus, jogja yang damai, jogja seperti suasana masa kecilku.

Ini bukan pengalaman yang biasa. ini lebih dari sekedar mengajarkanku akan keinginan untuk dapat mengerti dan dimengerti. Yang kurasa kami berbagi, dalam segala bentuk suasana hati yang tercipta saat itu, membuat kami harus beradaptasi tak hanya dengan ego pribadi saja tapi juga dengan apa yang dirasa oleh sekeliling kita.

dan inilah, disaat terakhir itu kami  mencoba merangkum semua yang telah terjadi (sepakat untuk saling bertukar surat). Aku menulisnya dalam sepucuk yang masih tersimpan rapi hingga sekarang. Disebuah partisi tentang kehidupanku -SimPulSenyUm- , di sebuah folder -Belajar Pintar-, tentang -tulisanku-, dan karena sangat berkesan kumasukkan lagi dalam folder khusus -One letter of tears- (tidak berlebihan sih, karena aku benar- benar menangis saat menuliskannya).

Assalammualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah...
Di detik yang penuh rahmat ini.. mata masih diberi nikmat untuk melihat. Telinga masih diberi nikmat untuk mendengar. Mulut masih diberi nikmat untuk merasa, dan hati ... masih diberi nikmat untuk mengerti. InsyaAllah. Atas kasih sayangNya, atas cintaNya, dan atas segala yang telah diberikanNya. Tak pantaslah aku untuk sedetik saja mengeluh, tak pantas rasanya jika aku terus menerus merintihkan pinta dalam do'a,sedang diri tak pernah cukup untuk bersyukur. Tak layak rasanya hati menangisi dunia. Ia akan pergi..... akan pergi. Kitalah yang akan meninggalkannya.

Mengurai waktu yang telah lalu, kita dikumpulkan dalam satu bagian bumi Allah yang lain, yang tak seperti kita biasa berpijak. Kita merantau... di sini, JOGJAKARTA ... yang nanti setelah ini akan mencipta sebuah perjalanan tak terlupakan dalam hidupku. InsyaAllah. Mencoba menelusuri kata, memetik buah dari hikmah, ketika waktu menyatukan kita dalam ruang yang sama, tempat yang sama, lingkungan yang sama, mungkin perasaan yang sama. Bersama- sama membersamai waktu, dalam tawa kita malam itu... ketika masing- masing dari kita mencoba menjangkau pada cita- cita di masa depan. Dalam ketakutan kita malam itu... kita dapat saling menenangkan, saling menguatkan. Dalam sakitku di hari- hari itu... (terimakasih sekali... hanya terimakasih, maaf meropotkanmu .. T_T). Dalam setiap perjalanan kita. Dalam setiap ilmu yang kau bagi. Dalam setiap senyum yang kau beri. Dalam setiap toleransi atas kekuranganku. Dalam setiap pertanyaan yang kau ajukan, dan aku tak tau jawabannya. Dalam setiap kata yang memeka telinga. dalam setiap laku yang membuatmu pilu. Dalam setiap kejengkelan yang merajam dada. Hingga sampai disetiap diam kita... yang akupun tak tau harus bagaimana untuk memecah suasana. Aku mungkin ingat setiap detik yang kau lupa, dan kaupun mungkin juga ingat setiap detik yang aku lupa. Begitulah kita, saling menyempurnakan. Mungkin berlebihan, tapi ini yang aku ingin kalian untuk tau. Mungkin ini adalah tiga bulan yang berat bagimu. Tiga bulan yang tak sesuai harapan. Tiga bulan yang menyesakkan. Dan salah satu sebabnya adalah karena adanya aku...

Terimakasih telah tersenyum, meski hanya sebentar, itu mampu meredam prasangka hatiku yang kadang macam- macam (teruslah seperti ini ^_^). Terimakasih untuk menghiburku, memotivasiku, menyemangatiku (tak ada yang bisa menggantinya). Terimaksih untuk kritik dan masukkan untuk membangun diriku. Terimaksih untuk ilmu yang kau bagi ketika aku tak mengerti, ketika aku tak bisa lagi mencernanya. Terimaksih untuk setiap waktumu yang tersedia untuk mendengar kesahku, terimakasih telah mau mendengar untaian kataku yang mungkin tak sengaja aku menyombongkan diriku yang tak pantas. Beberapa yang kuingat dari kata- katamu “senyum mbak :), semangat!!” ya... jika kau bilang seperti itu, aku akan berusaha seperti itu (jangan berhenti menguatkanku). Dan masih banyak yang lain lagi, yang masih terekam jelas dalam memori.

Bahkan kadang akupun takut untuk meminta maaf, takut kau tak suka. Tapi, untuk kali ini... tolong dengarkan ya.... karena salahkupun sebanyak itu. Maaf untuk merepotkan dalam tugas kantor yang diberikan, terimaksih telah banyak membantu. Maaf untuk aku yang kadang lupa untuk tersenyum, aku akan belajar lagi. Maaf untuk menasehatimu yang mungkin tak kau suka, sungguh aku tak pernah berniat untuk menyengaja. Maaf untuk aku yang penakut,...  meski dalam hati ada niat untuk berusaha memperkuatnya, tapi tetap orang lainlah yang bisa menilai, maaf telah membuat kecewa.... Tapi kadang- kadang kita juga berbeda dalam prinsip, yang menjadi prinsipku dan kau tak setuju dengan itu, biarlah aku tetap memegangnya erat- erat. Tak ada teman yang akan selalu sependapatkan ???? mohon untuk mengerti. Maaf untuk setiap kerepotan- kerepotan lain yang kubebankan kepadamu. Maaf untuk 3 bulan yang mungkin tidak menyenangkan, maaf telah menghalangimu melesat lebih jauh dengan adanya aku … maaf.

Setelah hari ini, entah apapun jadinya kita, entah apapun kita kedepannya, entah apapun nanti kita akhirnya ….. semua tak akan kulupa. InsyaAllah. Semoga inilah yang akan meluruskan sedikitnya prasangka yang keliru, dan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang belum ada jawabannya.

dalam ukhuwah ini
sejauh batas waktu aku mengenalmu
ia berbuah..
menelurkan bulir- bulir kedamaian kala gundah
menegadahkan tangan kala berduka
kau selalu ada
memberiku ilmu,
memberiku makna
mengajarkan yang kutak tahu
memberiku yang tak ku punya
namun,,,
entah apa yang jadi sebab kita
ketika ukhuwah ini mulai rapuh,
ketika dindingnya mulai keropos
dalam ketidaknyamanan itu
dalam kedekatan yang sebenearnya jauh
kita tersiksa dengan batin
kita menahan semua yang membuat sesak
kita mulai saling menyalahkan
kita jarang bertegur sapa
kita jarang mengurai senyum
kita diam meski berdua
kita membenci meski saling mencintai
saat itu,
semua menjadi tak terkendali
dadaku panas oleh masalah yang kupendam
bibirku kelu untuk berucap
akupun menangis dalam malamku ketika kau terelelap
dan kaupun menangis dalam sendirimu di perjalanan
aku tau kalau kita saling tau
dan kaupun tau itu
tapi hatilah yang tidak peka
ia bergemuruh karena nafsu
otak tak jernih karena pikiran negatif
sampai akhirnya kita kembali,..
meneguhkan jiwa
mendongakkan kepala
saling bertatap muka
bicara dari diri ke diri
mengurai benang yang kusut
mencari pangkal dari jarum yang terselip
tapi sayang, tak jua kutemukan....
karena kau meminta berbicara dari diri bukan dari hati,
dan aku...
bahkan masih sombong untuk sekedar mengungkapkan kesalahanku
selama akan tetap seperti ini,
kita akan terus begini
Jogjakarta, 14 Desember 2010

in past since we are friends,
in present where we stay now,
and in the future we will be...
you always remind me about love, friendship and understanding.

Syukran Katsiran Ya Ukhti Fillah..... Afwan jiddan.
Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

                                                                 Jogjakarta, 20 Desember 2010
                                                                         from Jogja with Love
Yang terasa sekarang adalah rindu yang sangat, lama tak berbagi cerita, lama tak saling mengukir senyum. Semoga di sana, di tempat yang terbaik, kita dapat saling menjaga diri masing- masing. dapat berkaca dari yang telah lalu dan berjuang untuk lebih baik lagi dalam perjalanan panjang kita mencapai mimpi.
"Semangat mbak, nggak boleh terserah lagi, harus punya pendirian" darimu - untukku.

:: di ambil dari Surat asli dengan sedikit revisi.
           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Masih diperjalanan

Salah Tujuan